Wednesday, February 22, 2012
Sawah, Niatnya Mau Puitis, Jadinya Malah Begini
hey, kamu.
kamu yang aku suka.
aku berharap kamu seperti sawah di desa
hijau, teduh, dan amat berharga.
kamu..
kamu akan tetap menghasilkan padi, walaupun Indonesia ga mengalami
pertumbuhan ekonomi..
kamu akan tetap menguning walau Indonesia menghadapi resesi ekonomi..
kamu sawah,
kamu sektor pertanian yang keliatan kecil
tapi berdampak besar
kamu bisa bertahan saat yang lain jatuh..
kamu sawah..
kamu jadi sawah-ku saja :)
Tuesday, February 21, 2012
It's me and that's you
Sometimes I wonder what people think about me. I'm not good enough, I know that, at least I admit it honestly :)
Wednesday, February 15, 2012
This Is What Love Is (Part 2)
Ini dia lanjutan fakta-fakta cinta
Cek yuk, siapa tahu sama ama kisah kita :))
Cek yuk, siapa tahu sama ama kisah kita :))
Cinta mengubah semua hati yang keras menjadi lembut (Roma 8:6).
Kebersamaan menguatkan cinta (Filipi 1:7).
Ketidakhadiran mempertajam cinta (2 Timotius 1:4).
Cinta adalah apa yang telah kita alami bersama dengan seseorang (Kisah Para Rasul 20:31-32).
Hargailah kebaikannya. Jangan terlalu melihat kesalahan-kesalahannya (Kidung Agung 5:16).
Bagaimana aku dapat mencintaimu? Izinkan aku melakukan banyak hal untuk menunjukkan cintaku (Hosea 3:1).
Pertahankan hal-hal yang sudah disetujui bersama dan rundingkan hal-hal yang dapat dikompromikan (Filipi 2:4).
Cinta bukan hanya saling memandang satu sama lain, namun bersama-sama melihat pada satu tujuan (Kisah Para Rasul 2:44-45).
Cinta memenuhi dan menyelesaikan banyak hal ketika salah satu dari pasangan tidak berdaya dan tidak berpengharapan (Pengkhotbah 4:10).
Tidak ada satu bagianpun yang ada padamu yang tidak kuingat, dan tidak kuinginkan (Kidung Agung 5:2).
Tidak ada hubungan yang tidak bermasalah (Pengkhotbah 7:29).
Cinta berani mengambil risiko untuk melihat impian pasangan menjadi kenyataan (1 Petrus 3:6).
Kita dapat memberi tanpa mengasihi, tetapi kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi (Amsal 20:22).
Cinta memerintah tanpa pedang. Cinta mengikat tanpa tali (2 Korintus 3:17).
Anda tidak bisa membuat saya berduka bila saya memiliki cinta (Roma 8:1-2).
Tidak ada yang kalah atau menang dalam suatu konflik, tetapi itu akan menjadi terobosan baru menuju pengertian yang lebih baik satu sama lain (Roma 13:10).
“Aku mencintaimu”. Itu berarti: “kamu, kamu,kamu dan hanya kamu seorang.” (1Ptr. 3:7).
Pernikahan bagaikan proses pembedahan karena sifat ingin dipuji dari seorang wanita dan sifat mementingkan diri sendiri dari seorang pria diambil tanpa memakai obat bius (1 Korintus 13:5).
Hubungan kasih adalah petualangan menuju keintiman, sedangkan keintiman adalah keterbukaan seseorang terhadap yang lain (Roma 12:9).
Tujuan suatu hubungan bukan untuk mempunyai pikiran yang sama, tetapi bagaimana supaya berpikir secara bersama-sama (Efesus 4:3).
Hubungan yang sukses membutuhkan jatuh cinta berulang kali kepada orang yang sama. (1 Petrus 1:22).
Monday, February 13, 2012
Terompet 26
It's amazing time when we just walked in together in this silent sunny day."Tinggal dimana?", tanyanya sembari berjalan disisi kananku.
Looked each other then smiled.
Aku benci pertanyaan menyelidik. Tapi kali ini dengan senang hati kujawab, "Jalan Terompet".
"Bunda boru apa?", aku tidak habis pikir kenapa ia berpikir ada panggilan 'bunda' di rumahku. Ayolah, ini Medan, Bung, hampir mustahil kau menemukan seorang anak yang memanggil ibunya dengan sebutan 'bunda'.
But, it's ok. I don't wanna debate you right now.
"Boru Panggabean, Bang", kujawab seadanya dengan sedikit senyum.
"Kau kelihatan agak beda dari orang Batak umumnya", well, ini bukan pertanyaan kan?
Tapi kujelaskan saja bahwa ibuku adalah campuran Batak dan Jawa, dan sepertinya tidak ada satu pun dari keduanya yang menonjol dalam diriku. Jadi wajar saja kalau orang-orang tidak bisa langsung mengenaliku sebagai gadis Batak.
"Terompet berapa?" ia melanjutkan pertanyaan tempat tinggal lagi. Ugh, kenapa kamu ingin tahu lebih dari sekadar 'Jalan Terompet'?
"Memangnya ada berapa Jalan Terompet disini, Bang?", asal saja kujawab dengan pertanyaan konyol.
"Maksudnya nomor berapa, dek?". Kali ini aku menahan tawa, dan semakin sulit saat kulihat ekspresi wajahnya yang tak menduga jawabanku seperti itu.
"Oh. Dua enam", balasku singkat, masih berusaha menahan tawa yang hendak meledak. Sesuatu di wajahnya meyakinkanku bahwa ia bingung dengan sikapku.
Well, maybe you can melt every girl's heart you ever met, but you can't do this on me. Even if it works, I won't let you know that you win.
"Jadi kenapa selalu pulang setiap minggu?"
Aku suka Binjai, aku suka pepohonannya, aku suka keramaiannya yang sunyi (sangat cocok denganku), aku suka penghuninya, aku suka semuanya, bahkan aku suka aroma debunya.
"Karena aku suka", hanya ini jawaban yang terlontar dari semua alasan yang mampu kupikirkan sebelumnya. Aku yakin meskipun kukatakan semua hal yang kusuka dari kota kelahiranku itu, ia tidak akan cukup mengerti sampai ia sendiri melihat Binjai-ku.
Hening beberapa saat.
"Kamu anak bungsu?", aku yakin dia bertanya karena mengira seseorang seperti aku seharusnya adalah anak bungsu yang manja dan tidak bisa apa-apa.
Lega mengetahui arah pembicaraan ini, kujawab sekenanya meski sedikit lebih dari pertanyaannya yang terlontar, "Nggak. Disini sekalian part time, jadi private teacher".
"Oh, baguslah. Udah terpikir ke arah situ. Bisa mandiri", katanya sembari tersenyum puas ke arahku, dan kubalas senyumnya kemudian ia buru-buru memalingkan wajah ke depan. Tentu saja ia tidak sempat melihat ekspresi geli di wajahku.
Aku merasa dia sama kikuknya denganku atau ini hanya perasaanku saja?
"Hahaha, ya". Senang rasanya bisa menjawab pertanyaan yang bahkan tidak kau lontarkan, Bang.
Kami tiba di depan sebuah rumah model minimalis yang cukup asri dengan pohon cemara yang rindang di halaman mini tepat di depan teras rumah. Di tembok pagar rumah itu tertulis angka 26 dengan warna emas.
Lalu tiba-tiba perjalanan ini terasa terlalu singkat. Sebelumnya aku merasa kost-anku terlalu jauh dari kampus, dan sekarang untuk sesaat aku berharap kost-an ini bahkan lebih jauh dari Terompet 26. Aku sempat berpikir seharusnya waktu berhenti beberapa menit lagi. Izinkan aku berjalan disampingnya beberapa saat lagi, izinkan aku merekam moment ini lebih lama, agar tidak ada bagian yang terlupa saat aku ingin memutarnya kembali.
"Disini?", pertanyaannya lebih kedengaran seperti 'pemberitahuan bahwa kami telah sampai'.
"Ya", sahutku masih dengan senyum, namun kali ini senyum yang dipaksakan karena aku sedikit kesal menyadari bahwa kami telah sampai (terlalu cepat).
Sejujurnya aku juga takut kapasitas bicaraku yang minim membuatnya berpikir aku tidak menyukainya, jadi sebisa mungkin aku melemparkan senyum yang tulus.
"Kalau gitu, aku duluan, Bang", tambahku sekadar berpamitan.
Tiba-tiba aku teringat bahwa aku belum berterima kasih padanya.
"Mmm, makasi buat bantuannya tadi, Bang", sambungku pelan ketika ia sudah berjalan beberapa langkah dari rumah, tidak berharap ia mendengar, hanya berusaha melegakan perasaanku yang merasa tidak enak karena sudah diberi bantuan secara cuma-cuma.
"Ya, sama-sama", ia memalingkan wajahnya ke belakang, ke arahku sambil tersenyum.
Oh, ia masih mendengarku.
Subscribe to:
Posts (Atom)