Showing posts with label Review. Show all posts
Showing posts with label Review. Show all posts

Monday, February 06, 2012

New Moon - The New One Is Not Always Better Than The Old. Remember That, Bells!


        Malam ini karena terserang 'gagal ngantuk' - menolak disebut pengidap insomnia - saya putuskan untuk menonton salah satu film koleksi saya, dan pilihan jatuh pada Twilight Saga: New Moon. New Moon adalah seri kedua dari Twilight Saga, seri yang paling saya suka sekaligus paling tidak saya sukai. Lho kok?

        New Moon sendiri berkisah tentang kekosongan hati Bella Swan (diperankan oleh Kristen Stewart) yang ditinggal kekasihnya, Edward Cullen (seorang vampir-diperankan oleh Robert Pattinson)). Edward memutuskan untuk pergi meninggalkan Bella karena ia merasa dirinya terlalu banyak menjerumuskan Bella ke dalam bahaya. Edward yakin bahwa jika ia tak berada di dekat Bella, hidup Bella akan lebih 'normal' (walaupun saya yakin ga ada yang normal disini, haha). It's kind a good idea in bad way, eh? Ditinggal Edward, Bella depresi berat. Dalam novelnya sendiri Bella digambarkan seperti mayat hidup di tengah-tengah kepedihan hatinya. Inilah bagian yang membuat saya sangat suka New Moon. Dari semua seri Twilight Saga, New Moon menampilkan 'Edward yang seharusnya' menurut saya. Kenapa? Dengan setting waktu zaman modern ini, satu-satunya tindakan masuk akal dari kisah cinta semacam ini adalah 'berpisah' (walaupun sebenarnya saya berharap Bella yang meninggalkan Edward, jadi saya bisa langsung menyambar Edward, lhooo?).

        Kemudian muncul Jacob Black (werewolf-diperankan oleh Taylor Lautner), putra dari sahabat ayah Bella, yang dalam seri pertama Twilight kalah pamor dengan Edward (ya iyalah, dari awal Edward muncul udah kaya' Prince Charming yang maskulin wow..wow..wow.. Nah, Bang Jake ini muncul dengan rambut gondrong urakannya). Singkat cerita Bella akrab dengan Jacob dan merasa sedikit lebih baik berkat Jacob. Bella juga kelihatan sedikit egois disini. Bayangin aja, Bella ga bisa nerima Jacob yang jelas-jelas cinta sama dia dengan alasan belum bisa melupakan Edward, tapi ga mau melepaskan Jacob sebagai 'teman dekat'. It hurts Jacob so much, I guess. Nah, bagian ini bikin saya gakkkk suka seri ini. Jacob! Awalnya saya kira peran Jacob-lah yang menimbulkan ketidaksukaan saya: menjadi orang ketiga ditengah-tengah pasangan yang tepat (meskipun Jacob bukan penyebab Edward meninggalkan Bella). Keberadaan Jacob di samping Bella itu menyebalkan. Pasangan yang tepat untuk Bella adalah Edward, there's no doubt. Bella ga boleh sama Jacob (kasihan Edward, dong). Daaaaaan, setelah menonton seri ketiga Twilight Saga: Eclipse, saya baru nyadar kenapa saya tidak menyukai Jacob. Alasannya ya karena saya kasihan juga sama Jacob. Dalam pikiran saya udah jelas Bella bakal sama Edward, sekeras apapun usaha Jacob menarik Bella, tetep aja Bella will be with Edward. Melihat usaha keras Jake untuk meraih hati Bella itu lah yang bikin saya pengen teriak ke Jake, nyadarin dia kalo usahanya itu sia-sia, mending ga usah dilanjutin lagi karena akibatnya akan semakin melukai hatinya sendiri. Jake baik, hanya yang paling tepat untuk Bella adalah Edward, bukan Jake.

        Ceritanya berlanjut dengan miscommunication yang menyebabkan Edward pengen bunuh diri karena mengira Bella telah meninggal (look at his superrr big love, guys!). Kemudian Bella dan Alice Cullen (adik Edward) pergi ke Italia untuk mencegah Edward bunuh diri sampai berurusan dengan Volturi. Endingnya? Sudah pada tau dong ya...

        Personally, saya ga suka cerita yang akhirnya sad ending, apalagi cerita yang berakhir tokoh utamanya meninggal. Alasannya simple aja, karena saya berharap hidup saya seperti itu, happily ever after, meskipun mustahil, bahwa jika saya diberi kesempatan untuk menskenariokan hidup saya, seseorang atau siapapun, saya pasti akan memilihkan takdir hidup yang menyenangkan, tidak peduli betapa sulitnya suatu perjalanan kisah hidupnya, tapi pada satu titik saya berharap tokoh-tokoh itu (meskipun fiksi) merasa dipilihkan takdir yang baik oleh penulisnya. Sekian saja.

If it's about my soul. Take it. I don't care. I don't want it without you - Bella Swan


        Salam supel dari Novia :)

Wednesday, January 18, 2012

KEAJAIBAN UNTUKMU, UNTUKKU, UNTUK KITA

“Saat aku membantu ayah menarik perahu kami ke daratan beberapa tahun kemudian, aku bertanya-tanya, bagaimana mungkin ayah bisa percaya bahwa rencana Tuhan bagi kami jauh lebih besar daripada apapun yang dapat kami bayangkan jika Tuhan tidak mengirimkan mukjizat saat kami sungguh-sungguh membutuhkannya?”
-Nathan Andrew, remaja belasan tahun, kehilangan ibu di usia delapan tahun.
                Paragraf di atas sedikit mengusik pikiran saya, lebih jauh lagi mungkin paragraf itu berisi pertanyaan yang sama yang tidak mampu  saya utarakan pada siapapun sebelumnya. Dengan penuh ketidaksabaran saya berharap menemukan jawaban di dalamnya. Dan saya tidak kecewa. 
Diawali dengan kepedihan Nathan yang kehilangan ibunya saat berusia delapan tahun dan ingatannya tentang sang ibu yang seperti secara sengaja ditinggalkan layaknya footprint  agar selalu menjejak dalam ingatannya. Ingatan-ingatan yang sebagian besar berbentuk pengajaran itu pada akhirnya membantu Nathan dalam melewati setiap keraguannya.
                Menjadi seorang mahasiswa kedokteran memang tidak mudah, dan Nathan berada pada titik dimana ia merasa tidak berada di tempat yang tepat. Tekanan  dan Dr. Goetz, dokter pembimbing  yang paling dicintai semua penghuni rumah sakit kecuali Nathan, membuatnya ragu atas keputusannya mengambil kuliah kedokteran, lebih dalam lagi ia juga ragu pada dirinya sendiri, pada cita-cita dan keyakinannya. Namun, keluarga, teman, dan semua hal di rumah sakit itu meyakinkannya kembali bahwa Nathan Andrews dilahirkan untuk menjadi seorang dokter masa depan yang hebat.
                Rumah sakit tempat Nathan melakukan rotasi kedokteran adalah tempat yang sama yang membuatnya yakin dan merasakan sendiri blessing yang dulu ia pertanyakan. Ketabahan keluarga pasien yang akhirnya kehilangan orang yang mereka kasihi mengingatkan Nathan pada dirinya dan keluarganya pada saat-saat sang ibu pergi ke surga. Persahabatan antara Meghan dan Charlie yang kelihatan mustahil, tapi sungguh persahabatan itu menjadi akar dari keajaiban natal bagi keduanya, pengorbanan yang luar biasa, dan cinta yang membuat Nathan merasakan sakitnya perasaan takut kehilangan ketika kehilangan itu sendiri sudah melukai hatinya jauh sebelum ia mengenal sang wanita.
Novel ini mencoba meyakinkan kita bahwa keajaiban itu ada dan kadang dalam wujud yang tidak terduga, tinggal bagaimana kita melihatnya sebagai berkat yang diberikanNya.  Donna VanLiere juga berhasil  membuat semua tokohnya dicintai dan begitu diinginkan (well, Charlie is my favorite). Dengan alur yang santai dan menegangkan di akhir, kisah ini mampu menyentuh lewat penjabaran emosi, pemikiran dan karakter tokoh-tokoh di dalam cerita yang disampaikan dengan detail dan mendalam. Karakter Charlie dan Dr. Goetz totally amazing. Sang penulis dengan lihainya mengemas kedua karakter ini begitu rupa sehingga saya terpesona dengan kekuatan karakter mereka yang jauh melampaui ”bungkus” luarnya. Meskipun terkesan berat, novel ini pada kenyataannya juga memiliki sisi humor yang tidak terduga. Satu lagi keistimewaan novel ini: covernya yang ceria mampu menyegarkan mata. Find the blessing inside! Two thumbs up!
“Akan tetapi, aku tahu walaupun kita tidak akan pernah memahaminya, ada sebuah rencana, dan meski harus dilalui dengan rasa sakit, pada akhirnya akan ada sukacita, dan semuanya akan begitu indah”.
-Nathan Andrews, mahasiswa kedokteran, calon dokter  masa depan yang hebat.
Judul                     : The Christmas Blessing
Pengarang          : Donna VanLiere
Tahun terbit       : 2011
Penerbit              : Elex Media Komputindo
Jumlah halaman : 215
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...