Showing posts with label Stories. Show all posts
Showing posts with label Stories. Show all posts

Monday, February 13, 2012

Terompet 26


It's amazing time when we just walked in together in this silent sunny day.
Looked each other then smiled.
"Tinggal dimana?", tanyanya sembari berjalan disisi kananku.
Aku benci pertanyaan menyelidik. Tapi kali ini dengan senang hati kujawab, "Jalan Terompet".
"Bunda boru apa?", aku tidak habis pikir kenapa ia berpikir ada panggilan 'bunda' di rumahku. Ayolah, ini Medan, Bung, hampir mustahil kau menemukan seorang anak yang memanggil ibunya dengan sebutan 'bunda'.
But, it's ok. I don't wanna debate you right now.
"Boru Panggabean, Bang", kujawab seadanya dengan sedikit senyum.
"Kau kelihatan agak beda dari orang Batak umumnya", well, ini bukan pertanyaan kan?
Tapi kujelaskan saja bahwa ibuku adalah campuran Batak dan Jawa, dan sepertinya tidak ada satu pun dari keduanya yang menonjol dalam diriku. Jadi wajar saja kalau orang-orang tidak bisa langsung mengenaliku sebagai gadis Batak.

"Terompet berapa?" ia melanjutkan pertanyaan tempat tinggal lagi. Ugh, kenapa kamu ingin tahu lebih dari sekadar 'Jalan Terompet'?
"Memangnya ada berapa Jalan Terompet disini, Bang?", asal saja kujawab dengan pertanyaan konyol.
"Maksudnya nomor berapa, dek?". Kali ini aku menahan tawa, dan semakin sulit saat kulihat ekspresi wajahnya yang tak menduga jawabanku seperti itu.
"Oh. Dua enam", balasku singkat, masih berusaha menahan tawa yang hendak meledak. Sesuatu di wajahnya meyakinkanku bahwa ia bingung dengan sikapku.

Well, maybe you can melt every girl's heart you ever met, but you can't do this on me. Even if it works, I won't let you know that you win.


"Jadi kenapa selalu pulang setiap minggu?"
Aku suka Binjai, aku suka pepohonannya, aku suka keramaiannya yang sunyi (sangat cocok denganku), aku suka penghuninya, aku suka semuanya, bahkan aku suka aroma debunya. 


"Karena aku suka", hanya ini jawaban yang terlontar dari semua alasan yang mampu kupikirkan sebelumnya. Aku yakin meskipun kukatakan semua hal yang kusuka dari kota kelahiranku itu, ia tidak akan cukup mengerti sampai ia sendiri melihat Binjai-ku.

Hening beberapa saat.

"Kamu anak bungsu?", aku yakin dia bertanya karena mengira seseorang seperti aku seharusnya adalah anak bungsu yang manja dan tidak bisa apa-apa.
Lega mengetahui arah pembicaraan ini, kujawab sekenanya meski sedikit lebih dari pertanyaannya yang terlontar, "Nggak. Disini sekalian part time, jadi private teacher".
"Oh, baguslah. Udah terpikir ke arah situ. Bisa mandiri", katanya sembari tersenyum puas ke arahku, dan kubalas senyumnya kemudian ia buru-buru memalingkan wajah ke depan. Tentu saja ia tidak sempat melihat ekspresi geli di wajahku.
Aku merasa dia sama kikuknya denganku atau ini hanya perasaanku saja?
"Hahaha, ya". Senang rasanya bisa menjawab pertanyaan yang bahkan tidak kau lontarkan, Bang.

Kami tiba di depan sebuah rumah model minimalis yang cukup asri dengan pohon cemara yang rindang di halaman mini tepat di depan teras rumah. Di tembok pagar rumah itu tertulis angka 26 dengan warna emas.
Lalu tiba-tiba perjalanan ini terasa terlalu singkat. Sebelumnya aku merasa kost-anku terlalu jauh dari kampus, dan sekarang untuk sesaat aku berharap kost-an ini bahkan lebih jauh dari Terompet 26. Aku sempat berpikir seharusnya waktu berhenti beberapa menit lagi. Izinkan aku berjalan disampingnya beberapa saat lagi, izinkan aku merekam moment ini lebih lama, agar tidak ada bagian yang terlupa saat aku ingin memutarnya kembali.

"Disini?", pertanyaannya lebih kedengaran seperti 'pemberitahuan bahwa kami telah sampai'.
"Ya", sahutku masih dengan senyum, namun kali ini senyum yang dipaksakan karena aku sedikit kesal menyadari bahwa kami telah sampai (terlalu cepat).
Sejujurnya aku juga takut kapasitas bicaraku yang minim membuatnya berpikir aku tidak menyukainya, jadi sebisa mungkin aku melemparkan senyum yang tulus.

"Kalau gitu, aku duluan, Bang", tambahku sekadar berpamitan.
Tiba-tiba aku teringat bahwa aku belum berterima kasih padanya.


"Mmm, makasi buat bantuannya tadi, Bang", sambungku pelan ketika ia sudah berjalan beberapa langkah dari rumah, tidak berharap ia mendengar, hanya berusaha melegakan perasaanku yang merasa tidak enak karena sudah diberi bantuan secara cuma-cuma.
"Ya, sama-sama", ia memalingkan wajahnya ke belakang, ke arahku sambil tersenyum.
Oh, ia masih mendengarku. 

Thursday, January 26, 2012

Saya Menguji Dosen :D

Buseeet, ini baru aja nyampe rumah, buka netbook, cek pulsa modem, pasang paket internet dan posting something.
Something ini saya beri judul "Saya Menguji Dosen". Lah, kok bisa? Emang pinteran saya apa? Belagu amat mau nguji dosen. Woopsss, slow dulu (tarik napas panjang)...
Jadi, ujian Psikologi Manajemen hari ini, yang soalnya CUMA lima itu: JAWABAN SAYA NGARANG SEMUA!! :(
Jadi jelas aja sekarang waktunya menguji Bapak dosen ini, menurut gosip yang beredar si Bapak ini ga pelit nilai. We'll see gimana nilai saya ntar. Kalo ga dapat C, saya janji mau bilang sama temen-temen saya kalo Bapak dosen ini SUPEERRRRR BAIK titik

*Salam supel dari Novia :))

Tuesday, January 24, 2012

Look At Those Days




        Lingkungan baru selalu membuatku merasa bukan bagian dari penduduk bumi. Sulit. Sulit bagiku untuk beradaptasi dengan segala yang baru. Memasuki dunia kampus bisa saja kuhindari seandainya Ibu dan Bapak bukan orangtua yang memedulikan pendidikan dan seandainya aku memiliki lebih dari dua puluh lima persen jiwa pembangkang. Hari-hari setelah hari ini bisa jadi lebih baik setelah seminggu ospek yang menyebalkan dan super membosankan itu selesai kemarin.
        Aku terlalu sensitif. Begitu menurutku. Meskipun aku tidak menunjukkan kelemahan ini pada semua orang (aku jelas tidak ingin membuat teman-teman baruku menjadi kikuk di dekatku), tapi seiring waktu mereka pasti mengenalku dan mungkin akan terbiasa pada akhirnya. Aku hanya mengulur-ulur moment itu. Meskipun bagiku tidak penting apakah orang mengenalku atau tidak, tidak penting apakah mereka berpikir aku cukup baik atau tidak, juga tidak penting apapun yang mereka katakan tentangku, karena aku jauh lebih mengenal diriku dibanding siapapun di luar sana yang hanya melihat sebagian kecil lalu dengan mudahnya menilai secara keseluruhan. 
        Aku selalu memiliki ketakutan berlebih untuk mengambil sebuah keputusan penting. Juga saat aku memutuskan menunda kuliah setahun yang lalu. Bukan hal mudah untuk seorang siswa SMA yang baru lulus memutuskan 'tidak kuliah sementara' ditengah-tengah kehebohan teman-teman lain menjadi mahasiswa.
        Ketakutan pertamaku muncul dari skeptisme Ibu-Bapak. Mereka tak habis pikir kenapa aku bisa memikirkan ide ini. Ini ide buruk. Tapi jelas ini solusi yang baik, menurutku. Sedangkan mereka berpikir sebaliknya, ini adalah ide dan solusi terburuk yang pernah ada. Okey, ini aku. Aku ingin menuruti keinginan kalian kalau aja aku mampu. Nyatanya tidak. Aku tidak cukup tabah untuk itu. 
        Aku memutuskan menunda kuliah, tidak peduli dengung-dengung negatif di sekelilingku. Bahkan dari keluarga. Tidak bisakah kalian lihat dari sudut pandangku? teriakku dalam hati. Tidak usah berusaha mengerti semua hal, cukup pahami apa yang jelas tidak bisa aku lakukan saat ini, dan berhenti memaksa. Kurasa semua akan lebih baik dengan begitu. 
        Isu-isu yang beredar menjadi salah satu hiburanku. Melihat betapa banyaknya orang-orang sok tahu di tempat tak terduga. Aku tertawa sarkastis. Aku menemukan mereka dalam pikiran 'serba tahu' yang keliru. Benar-benar menarik. 
        Ini bukan kesalahan. Bukan. Aku memilih pilihan yang kuanggap paling tidak menyesakkan. Tetap berada di dekat mereka. Meskipun itu melumpuhkan keinginan untuk melihat sudut lain dunia untuk sementara, untuk menjadi salah satu orang muda yang mengejar cita-citanya. Ah, gampang, pikirku. Aku tinggal mereset ulang cita-citaku. Dan memulainya lagi kemudian. Sederhana saja. Uang memang memiliki nilai waktu, tapi cita-cita kurasa tidak begitu sensitif dengan fungsi waktu. Setahun, dua tahun, tidak masalah. Dan inilah aku.
      
          

Friday, December 02, 2011

Little Crazy Thing

        Suatu malam aku bermimpi. Aku berada di sebuah savana, dengan cahaya matahari yang menghangatkan. Aku melihat banyak bunga-bunga indah di sana. Tapi hanya aku dan sekawanan rusa yang menikmatinya. Aku berjalan. Bukannya mencari jalan keluar, aku hanya berkeliling menikmati setiap sudut yang ada, memandang ke setiap keindahan yang tersedia. Sayang sekali hanya aku yang disini, pikirku. Tiba-tiba aku teringat bahwa sebelumnya aku tidak sendiri, sebelumnya aku bahkan tidak di sini, sebelumnya tanganku digenggam oleh seseorang. Aku berusaha mengingatnya. Tak bisa. Aku hanya mengingat gambaran tanganku yang digenggamnya. Begitu aman dan nyaman. Kilasan ingatan itu seperti nyata tapi hanya sekelebat, terpotong-potong dan tak satu potongan pun menunjukkan wajah seseorang itu. Tapi kenapa sekarang aku sendiri?? Frustasi dengan ingatanku yang dangkal, aku duduk di bawah sebuah pohon yang rindang tak jauh dari tempatku berada sebelumnya, daunnya yang kekuningan sesekali berjatuhan di atas rambutku. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba berpikir dengan tenang.
        Kemana aku harus mencari orang itu, orang yang menggenggam tanganku sebelum ini terjadi? Siapa dia?? Kenapa tidak kelihatan jelas? Yah, sepertinya memang tidak ada yang jelas disini kecuali tentang aku tersesat dan sendirian di tempat yang bahkan aku tak tahu namanya. Aku bangkit lagi, berdiri dan mulai mencari 'seseorang'. Tapi benar-benar tidak ada orang lain disini selain aku. Kurasa aku tak perlu sampai berteriak, karena sejauh mata memandang yang ada hanya rerumputan, sekawanan rusa dan beraneka ragam bunga yang indah. Kalaupun ada seseorang di sini, seharusnya dia melihatku yang sedang kebingungan dan berjalan kesana-kemari panik, tak ada alasan untuk tetap diam dan bersembunyi.
        "Selamat datang, Tuan Putri", sebuah suara jernih seorang wanita yang berasal dari arah belakang mengagetkanku.
        Refleks aku menoleh ke arahnya, penasaran ingin mengetahui sosok yang menyapaku dengan sebutan 'Tuan Putri' ini.




*to be continued..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...