“Saat aku membantu ayah menarik perahu kami
ke daratan beberapa tahun kemudian, aku bertanya-tanya, bagaimana mungkin ayah
bisa percaya bahwa rencana Tuhan bagi kami jauh lebih besar daripada apapun
yang dapat kami bayangkan jika Tuhan tidak mengirimkan mukjizat saat kami
sungguh-sungguh membutuhkannya?”
-Nathan Andrew, remaja belasan tahun, kehilangan ibu di usia delapan
tahun.
Paragraf
di atas sedikit mengusik pikiran saya, lebih jauh lagi mungkin paragraf itu
berisi pertanyaan yang sama yang tidak mampu
saya utarakan pada siapapun sebelumnya. Dengan penuh ketidaksabaran saya
berharap menemukan jawaban di dalamnya. Dan saya tidak kecewa.
Diawali dengan
kepedihan Nathan yang kehilangan ibunya saat berusia delapan tahun dan ingatannya
tentang sang ibu yang seperti secara sengaja ditinggalkan layaknya footprint agar selalu menjejak dalam ingatannya.
Ingatan-ingatan yang sebagian besar berbentuk pengajaran itu pada akhirnya
membantu Nathan dalam melewati setiap keraguannya.
Menjadi
seorang mahasiswa kedokteran memang tidak mudah, dan Nathan berada pada titik
dimana ia merasa tidak berada di tempat yang tepat. Tekanan dan Dr. Goetz, dokter pembimbing yang paling dicintai semua penghuni rumah
sakit kecuali Nathan, membuatnya ragu atas keputusannya mengambil kuliah
kedokteran, lebih dalam lagi ia juga ragu pada dirinya sendiri, pada cita-cita
dan keyakinannya. Namun, keluarga, teman, dan semua hal di rumah sakit itu
meyakinkannya kembali bahwa Nathan Andrews dilahirkan untuk menjadi seorang dokter
masa depan yang hebat.
Rumah
sakit tempat Nathan melakukan rotasi kedokteran adalah tempat yang sama yang
membuatnya yakin dan merasakan sendiri blessing
yang dulu ia pertanyakan. Ketabahan keluarga pasien yang akhirnya kehilangan
orang yang mereka kasihi mengingatkan Nathan pada dirinya dan keluarganya pada saat-saat
sang ibu pergi ke surga. Persahabatan antara Meghan dan Charlie yang kelihatan
mustahil, tapi sungguh persahabatan itu menjadi akar dari keajaiban natal bagi
keduanya, pengorbanan yang luar biasa, dan cinta yang membuat Nathan merasakan
sakitnya perasaan takut kehilangan ketika kehilangan itu sendiri sudah melukai
hatinya jauh sebelum ia mengenal sang wanita.
Novel ini
mencoba meyakinkan kita bahwa keajaiban itu ada dan kadang dalam wujud yang
tidak terduga, tinggal bagaimana kita melihatnya sebagai berkat yang
diberikanNya. Donna VanLiere juga
berhasil membuat semua tokohnya dicintai
dan begitu diinginkan (well, Charlie is my favorite). Dengan alur yang santai
dan menegangkan di akhir, kisah ini mampu menyentuh lewat penjabaran emosi,
pemikiran dan karakter tokoh-tokoh di dalam cerita yang disampaikan dengan
detail dan mendalam. Karakter Charlie dan Dr. Goetz totally amazing. Sang penulis dengan lihainya mengemas kedua
karakter ini begitu rupa sehingga saya terpesona dengan kekuatan karakter
mereka yang jauh melampaui ”bungkus” luarnya. Meskipun terkesan berat, novel
ini pada kenyataannya juga memiliki sisi humor yang tidak terduga. Satu lagi
keistimewaan novel ini: covernya yang ceria mampu menyegarkan mata. Find the
blessing inside! Two thumbs up!
“Akan tetapi, aku tahu walaupun kita tidak
akan pernah memahaminya, ada sebuah rencana, dan meski harus dilalui dengan
rasa sakit, pada akhirnya akan ada sukacita, dan semuanya akan begitu indah”.
-Nathan Andrews, mahasiswa kedokteran, calon dokter masa depan yang hebat.
Judul : The Christmas Blessing
Pengarang : Donna VanLiere
Tahun terbit : 2011
Penerbit : Elex Media Komputindo
Jumlah
halaman : 215
No comments:
Post a Comment